DM alias Mahfud yang menjadi eksekutor penembakan di Kelapa Gading, Jakarta Utara, mengaku sempat melaksanakan salat istikharah sebelum melakukan aksinya.
Hal itu terungkap dalam rekonstruksi penembakan yang digelar Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (25/8) hari ini.
Dalam rekonstruksi diketahui pada 10 Agustus, tersangka RS menawari DM untuk menjadi eksekutor. Namun, tawaran itu sempat ditolak DM.
"Pak Mahfud mau enggak bunuh orang?" kata RS.
"Mohon maaf, Pak, saya sudah tobat," jawab Mahfud.
RS lantas menjelaskan rencana pembunuhan itu merupakan perintah dari tersangka MM, yang merupakan suami siri dari otak pembunuhan yakni tersangka NL.
Lantaran menolak, RS mengingatkan DM bahwa tersangka MM merupakan sosok penerus dari perjuangan guru spiritual mereka, yakni ayah dari tersangka NL.
Sehari berselang, tersangka RS kembali menanyakan kesiapan DM untuk menjadi eksekutor. Dalam komunikasi itu, tersangka MM juga langsung menanyakan ihwal kesiapan DM.
"Kalau sudah siap besok berangkat," ucap MM.
"Saya istikharah dulu," jawab DM.
Usai komunikasi itu, pada 12 Agustus tersangka DM akhirnya berangkat dari Bangka Belitung menuju Jakarta. Dia lantas dijemput beberapa tersangka di Bandara Soekarno Hatta.
Hingga akhirnya pada 13 Agustus, tersangka DM melakukan aksi penembakan terhadap korban Sugianto di Ruko Royal Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Terkait rekonstruksi tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan ada 34 adegan reka ulang yang dilakukan di Polda Metro. Reka ulang itu merupakan rangkaian dari proses pembelian senjata api, perencanaan, dan pasca-eksekusi.
Yusri menerangkan senjata api yang digunakan berasal dari hasil pembelian oleh tersangka JA. Dia membeli senjata api tersebut dari tersangka TP lewat perantara tersangka SP.
Senjata tersebut dijual seharga Rp20 juta. Sebagai perantara, tersangka SP mendapat imbalan sebesar Rp5 juta dari transaksi tersebut.
"Inilah senjata yang dipakai eksekusi oleh tersangka DM di TKP," ucap Yusri.
Dalam kasus ini, polisi telah meringkus 12 tersangka. Mereka ditangkap di berbagai wilayah berbeda yakni Cibubur, Lampung, dan Surabaya.
Aksi penembakan terhadap Sugianto didalangi tersangka NL yang merupakan karyawan korban. Dia merencanakan aksi tersebut lantaran merasa sakit hati dan takut dengan ancaman korban.
NL lantas meminta bantuan rekannya untuk menyusun rencana aksi pembunuhan. Tak hanya itu, dia juga menyiapkan uang sebesar Rp200 juta sebagai dana operasional dan menyewa pembunuh bayaran.
Atas perbuatannya, 12 orang dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 51 dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.